ANALISIS
STRUKTUR DALAM CERPEN “MENDEKAP TAKDIRMU” KARYA HANAFI AKBAR
A. Deskripsi Data
a.
Biografi Tokoh
1. HANAFI AKBAR
Nama lengkap Mohamad Hanafi bin Mohd Akbar tanggal lahir 7 Februari 1995 tempat lahir Singapore dia pemainbola singapura yang bermain sebagai playmaker untuk S.League Klub Balestier Khasal.
Karier :
Hanafi mewakili tim nasional di Olimpiade 2009 Asian Youth Singapura di bawah-14, dan merupakan bagian dari tim di bawah-15 nasional yang meraih medali perunggu di Olimpiade Youth Summer 2010.
Di bawah pengaruh perusahaan yang buruk, Hanafi melewatkan pelatihan dan ditinggalkan olahraga selama dua tahun setelah Olimpiade Pemuda. Dia meninggalkan Football Academy Nasional pada bulan Agustus tahun 2013 dan menandatangani kontrak dua tahun dengan S.League klub Balestier Khalsa tiga bulan kemudian.
Hanafi Akbar Mahasiswa Pascasarjana Filsafat
Islam Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Negeri Yogyakarta.
Penikmat sastra.
Sinopsis
cerpen
Ahmad
syahroni ialah lelaki yang di jodohkan oleh kiai Mutzir yaitu ayah dari Aisyah Latifah. Ahmad
merupakan santri kebanggaan kian dan yang di percayai. Mereka dijodohkan lalu
menikah.Ahmad tidak pernah sama sekali menyesali dengan perjodohan ini.karna ia
tau betul dengan siapa ia menikah walaupun dengan kondisi Aisyah yang lumpuh
total. Aisyah di sini mempunyai tiga bersaudra ke dua saudranya sudah menikah
dan tentu mendahuluinya.
Walaupun
banyak cibiran untuk Ahmad karena orang sekitarnya menganggap ia menikahi
Aisyah hanya karena ingin kedudukan. Namun disamping itu Ahmad tidak
mempedulikan dan hanya bersifat huznuzon kepadsa yang mencibirnya tersebut.
Aisyah sangat menginginkan keturunan ia selalu bangun malam untuk solat lalu
berdoa agar segera di beri keturunan dan ketika Ahmad mengetaui keinginan
istrinya tersebut Ahmad memberikan nasehat untuk Aisyah karena Allah mencintai
orang-orang yang sabar. Aisah sangat beruntung memiliki suami seperti Ahmad
karena ia mencintainya dan bisa menerima keadaannya yang lumpuh total.
B. Analisis
Data
1. Cerpen “mendekap takdirmu” karya Hanafi
Akbar
a. Struktur Cerpen
1) Alur
Untuk
menemukan struktur alur yang digunakan oleh pengarang di dalam cerpen ini,
peneliti berusaha melihat rangkaian peristiwa yang terdapat di dalam cerpen.
Rangkaian peristiwa tersebut adalah sebagai berikut.
1.
Keberadaan tokoh Ahmad Sahroni yang
tidak pernah menyesali menikahi Aisyah Latifa sembari membersihkan kedua kaki
istri nya.
2.
Aisyah lathifah seorang istri yang di
nikahinya 6 bulan yang lalu yang sama sekali tidak pernah percaya akan menjadi
teman hidupnya.
3.
Ahmad
Syahroni adalah santri kebanggaan Kiai Mudzir. Kebanggaan yang mencuat dari
dada sang kiai bukan karena kecerdasan dalam dirinya.
4.
Ketertarikan sang kiai karena
kepatuhannya serta hormat-takzimnya kepada sang kiai yang begitu dimiliki oleh
santri lainnya.
5. Lalu Kiai Mundzir menjodohkannya
dengan putrinya, Aisyah Lathifah dengan Ahmad Syahroni santri kepercayaan kiai.
6.
Aisyah mempunyai tiga bersaudara dan
kedua adiknya itu sudah menikah dan memilih pasangan hidupnya sendiri.
7.
Bukan karena kecantikan yang dimiliki
Aisyah atau bukan karena kecerdasannya sebagai putri sang kiai, melaikan
ketidak tarikan lelaki kepadanya lantaran ia tidak memiliki fisik yang noramal,
kedua kakinya lumpuh total.
8.
Awalnya Ahmad Syahroni terkejut dengan
usaia nya yang masih muda dan belum mempunyai pekerjaan tapi ia mengikuti dan
menikahi putri sang kiai.
9.
Dan dia juga mendengar cerita dari kiai
dan membuat ia yakin dengan keputusannya tersebut.
10.
Cibirandatang setelah ia menikahi putrid
sang kiai yang berangkapan ia menikahi Aisyah hanya karena kekuasaan dan di
sebut sebagai santri penjilat yang akan di nobatkan sebagai pengganti kewajiban
kiai dan pemangku pondok pesantren nya.
11.
Namun Ahamad mencoba menyikapi nya
dengan enteng, selalu berhusnuzhan dengan sifat ketidakingintahuan ats apa yang
di cibirkan tentang nya.
12.
Waktu menunjukkan sepetiga malam Aiyah
selalu bangun untuk bersedekap dan melantunkan ayat-ayat suci dengan tersendu-sendu,
terdiam,kemudian menitikkan telaga beningnya mengrapkan keturunan dari hasil
buah cintanya terhadap Syahroni.
13.
Ahmad Syahroni pun mendekap tubuh sang
istri dari belakang, mengusap air mata istrinya dengan member arahan-arahan
yang positif dan berkata”Allah tau segalanya dek” Bukankah Allah berjanji tidak
memperlambat doa hamba-Nya dan membuat mereka putus asa.
14.
Yang membuat aisayah tenang, ia
bersyukur Allah mengirimkan lelaki yang menerima apa dan bagaimana keadannya.
1
14
Bagan diatas urutan cerpen
“Mendekap Takdirmu”
Cerpen ini terdiri dari 14 sekuen yang
pada saat penceritaan dan tidak terdapat sekuen pada sorot balik. Maka jelaslah
bahwa secara kronologis alur cerpen ini disusun menggunakan alur maju. Pada
bagian awal cerpen ini terlihat awal perjodohan Ahmad Syahroni dengan Aisyah
yang di jodohkan oleh kiai yaitu ayah dari Aisyah sendiri. Terlihat tidak ada penyesalan Ahmad Syahroni
menikahi Aisyah walupun dengan kekurangan nya yang dengan kedua kaki nya yang
umpuh total. Walupun dengan cibiran yang di lemparkan orang terhadap dirinya
namun Ahmad tidak terlalu mempedulikan hal tersebut dan selalu bersikap
positif. Terlihat rasa syukur Aisyah mendapatkan lelaki yang bisa menerima apa
dan bagaiman keadaanya.
2)
Penokohan
a. Ahmad Syahroni
Ahmad merupakan Ahmad Syahroni adalah santri
kebanggaan Kiai Mudzir. Kebanggaan yang mencuat dari dada sang kiai bukan
karena kecerdasan dalam dirinya. Intelektualitas yang dibanggakan oleh pembual
parung waktu. Bukan pula ketampanan yang membuat kedua mata perempuan asyik
memandang terperangah. Santri yang berprestasi sangat taat dan nurut terhadap
kian, saat
kiai memintanya untuk menikahi putri nya Aiayah dengan tidak memikirkan tentang
kekurangan Aisyah
dengan kaki yang lumpuh total
. “Aku tidak pernah menyesal menjadi
suamimu, bidadariku,” seuntai kalimat yang meluncur tulus dari bibir Ahmad
Syahroni menghujam dada sang istri sembari membersihkan kedua kakinya dengan
penuh cinta. Tidak memperdulikan cibiran yang di lemparkan ke dirinya ia tetap sabar
dan tidak mengambiltahu semuanya.
b.
Kiai Mudzir
ialah
ayah Aisyah yang di jodohkan dengan Ahmad kiai ini seorang yang sangat
berpengaruh di pesantren yang sedang di
duduki Ahmad.
“Mad. Bapak mau cerita sama kamu,”
ujar sang kiai kepada Ahmad Syahroni.
“Dulu ada seorang pemuda saleh dan
sangat taat kepada Tuhannya dan mencintai agamanya dengan sepenuh hatinya.
Tetapi, sang pemuda tersebut memiliki wajah buruk dan dipandang menjijikkan
bagi yang memandangnya. Ia kemudian menikah dengan seorang perempuan yang
sangat cantik, memiliki fisik yang sempurna, dan sangat anggun. Keduanya berjalan-jalan menikmati udara pagi. Di tengah
perjalanan, mereka bertemu dengan seorang ulama yang berpengaruh di desanya.
Ulama memandangi kedua pasangan ini sambil tersenyum-senyum. Perempuan tersebut
lantas terlihat risih dengan sikap sang ulama, dan bertanya, ‘Maaf, Tuan. Apa
maksud tatapan seperti itu?’
Sang ulama menjawab, ‘Tidak ada
maksud apa-apa. Maaf saudari. Mengapa Anda mau menikah dengan pemuda yang
sangat beruntung ini?’ Perempuan tersebut dengan spontan menjawab, ‘Aku adalah
perempuan yang kotor dan penuh dengan dosa, Allah menjadikannya imam hidupku
sebagai penjemput pahalaku serta menjadikanku sebagai karunia atas ketaatannya
kepada-Nya’.”
Dari cerita di atas kiai berusa
menjelaskan tentang apa itu kehidupan yang tidak seharusnya kebagaian hanya di
miliki oleh orang-orang yang sempurna fisik atau yang terlihat saja. Kiai bukan
orang yang sembarangan memilih akan tentang kebaikan yang di ikuti dengan
kenyataan nya.
c. Aisayh Lathifah
merupakan putri pertama dari kiai Mudzir yang
di nikahkan dengan Ahmad Syahroni seseorang yang penurut, taat agama nya dan seseorang yang sangat
bersyukur dengan adanya laki-laki yang dapat menerima keadaanya dengan kaki
yang lumpuh total.
Aisyah membaca ayat 7-8 surah Maryam
itu dengan tersedu-sedu, terdiam, kemudian menitikkan telaga beningnya yang tak
sempat diusapnya. Sudah sekian malam sang istri terus melantunkan ayat itu.
Tak lama ia terdiam sambil mengusap air matanya. Ia tak tahu ihwal apa yang
membuat sang istri begitu hanyut dengan ayat yang dibacanya. Muncullah dalam
benak Ahmad untuk segera menenangkan hati sang istri tanpa harus bertanya
mengapa dan bagaimana. Ayat yang dibacanya sudah menggerakkan hatinya. Aisyah
begitu sangat mendambakan keturunan dari hasil buah cintanya selama ini.
Berdasarkan
teks diatas terlihat bahwa aisyah seseorang yang sabar, mempercayai akan
kebesaran Allah SWT akan memberikan yang telah diusakan dan mendengar setiap
doa hambanya.
3) Latar
Ruang lingkup sebuah karya sastra fiksi
hakikatnya adalah keberadaan sebuah dunia yang dibangun oleh si pengarang.
Latar menyangkut ruang dimana peristiwa itu berlangsung. Oleh karena itu, latar
tidak hanya merupakan bentukan sebuah tempat yang diciptakan; melainkan ruang
waktu dan latar budaya bisa saja muncul dalam latar itu. Pada bagian latar ini
akan diuraikan latar tempat dan latar waktu yang menjadi latar dari peristiwa
yang dialami oleh para tokoh di dalam cerpen ini. Latar tersebut akan diuraikan
sebagai berikut.
a.
Latar tempat
Pesantren merupakan tempat awal
terjadinya dalam cerpen. Dipesantren tersebut pengarang menggambarkan
keberadaan tokoh serta peristiwa yang dialami oleh para tokoh. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut.
Di pesantren awal kiai mengatakan tentang rencana perjodohan dengan putrinya,
Aisyah Lathifah. Entah apa yang membuat sang kiai menaruh kepercayaan kepada
Syaroni untuk menjadi imam hidup putrinya. Rasanya tidak lazim bagi seorang
santri menanyakan mengapa ataupun bagaimana, baginya seorang santri hanya
dituntut untuk patuh dan selalu melaksanakan apa kata titah orang tua. Awalnya, Ahmad
Syahroni terkejut tatkala sang kiai yang dihormatinya itu memintanya untuk
segera menikah. Namun, ia sadar betul, dengan siapa dirinya menikah.
Setelah menikah mereka tinggal di rumah
mereka.saat Aisyah selalu bangun malam untuk solat dan bersenandung ayat-ayat
Al-Quran. Pesantren merupakan awal
pertemuan keduanya.
b. Latar waktu
Latar
waktu digunakan dengan tujuan melukiskan kapan suatu peristiwa terjadi. Latar
waktu pada cerpen ini sangat erat kaitannya dengan latar tempat yang sudah
dipaparkan sebelumnya. Latar waktu dalam cerpen ini dimulai pada waktu siang hari saat Ahmad mencuci kaki istrinya dan
mengatakan dia tidak pernah menyesali menikahi istrinya. malam hari saat Buyung sedang duduk bermenung
di gubuk milik ayahnya dan pada
saat kiai menhgatakan tentang perjodohan
dia dengan putrinya.
Dan pada saat malam hari ketika sang istri bangun dan
di ikuti Ahmad menghabiskan
malamnya dengan percikan senandung Alquran dan shalawat kepada kekasih-Nya.memohon agar
mereka di karunia keturunan dari hasil cinta nya.
Secara umum latar waktu
yang ditampilkan dalam cerpen ini meliputi siang
dan malam hari. Latar tempat dan latar waktu di atas sangat berpengaruh
terhadap alur cerita. Keduanya menunjukkan adanya kelogisan cerita karena
setiap peristiwa tidak akan pernah terlepas dari latar tempat dan waktu.
4) Tema
Tema
merupakan pokok permasalahan atau konflik sentral yang terkandung di dalam
cerpen. Karena tema cerita tidak secara langsung disampaikan oleh pengarang,
maka untuk mempermudah menentukan tema, peneliti mencoba mengemukakan konflik
utama yang mendukung terbentuknya sebuah tema.
Aisyah adalah gadis yang mempunyai
kekurangan putri pertama dari tiga bersaudara anak dari kiai Mudzir dia
megalami lumpuh kaki total sehingga ke dua adiknyamelangkahinya untuk menikah
dulu. Lalu dijodohkan dengan seorang santri kebanggaan ayahnya yaitu Ahmad
Syahroni yang lapang dada ikhlas menerima perjodohan tersebut dengan tidak ada
rasa kekhawatiran memilih walaupun dengan ke dua kaki Aisyah yang lumpuh.
Bahkan Aiayah maupun Ahmad saling bersyukur setelah menikahi Aisyah Ahmad
mendapat cibiran dari sekitar yang hanya ingin kekuasaan dan ingin menjadi
penguasa namun semua itu tidak dipedulikannya dan berhusnuzhan.
Berdasarkan
kutipan di atas jelaslah bahwa tema yang diangkat oleh pengarang dalam cerpen
ini menyangkut permasalahan fisik dan
tentang ketaatan “Mendekap
Takdirmu” yang akhir-akhir ini seringkali melecehkan, menghina meremehkan kekurangan orang lain
yang akan menimbulkan persenjagan silahtuhrahmi antara satu orang dengan orang
lain.
Tokoh Aisyah sendiri merupakan seorang yang tabah
sabar dan penurut yang tidak keberatan untuk di nikahkan dengan pilihan
ayahnya.
Dan tokoh Ahmad sendiri merupakan seorang yang tidak
melihat apa kekurangan seseorang dia akan melakukan hal yang selagi membuat
dirinya akan menjadi lebih baik lagi walaupun dengan cibiran-cibiran yang di
lempakan orang ke padanya.
OBJEK PENELITIAN
Mendekap Takdirmu karya Hanafi Akbar
“Aku tidak pernah menyesal menjadi suamimu,
bidadariku,” seuntai kalimat yang meluncur tulus dari bibir Ahmad Syahroni
menghujam dada sang istri sembari membersihkan kedua kakinya dengan penuh
cinta.
Ahmad Syahroni, lelaki dengan mata
sipit, berambut hitam membelah pinggir, berbibir tipis, berkulit putih sedang
membersihkan telapak kaki istrinya, Aisyah Lathifah. Seorang istri yang
dinikahinya enam bulan yang lalu. Perempuan yang sama sekali tidak
dipercayainya akan menjadi teman hidupnya.
Ia merupakan mukjizat kesepian sang
Adam menuju bumi pembaringan keturunannya bersama Hawa. Aisyah Lathifah sendiri
merupakan anak ketiga dari putri kiai kampung, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul
Hikmah, Haurgeulis, Kiai Mundzir Mahmud.
Ahmad Syahroni adalah santri kebanggaan
Kiai Mudzir. Kebanggaan yang mencuat dari dada sang kiai bukan karena
kecerdasan dalam dirinya. Intelektualitas yang dibanggakan oleh pembual parung
waktu. Bukan pula ketampanan yang membuat kedua mata perempuan asyik memandang
terperangah. Kekaguman atas karismanya sebagai santri berprestasi yang membuat
santriwati lupa dengan hafalannya. Ketertarikan sang kiai karena kepatuhanya
serta hormat-takzimnya kepada sang kiai yang kurang begitu bisa dimiliki oleh
santri lainnya.
Kiai Mundzir menjodohkannya dengan
putrinya, Aisyah Lathifah. Entah apa yang membuat sang kiai menaruh kepercayaan
kepada Syaroni untuk menjadi imam hidup putrinya. Rasanya tidak lazim bagi
seorang santri menanyakan mengapa ataupun bagaimana, baginya seorang santri
hanya dituntut untuk patuh dan selalu melaksanakan apa kata titah orang tua.
Aisyah adalah anak pertama dari tiga
bersaudara. Kiai Mundzir tidak memiliki anak laki-laki. Dua adik Aisyah sudah
menikah. Kedua adiknya menemukan pasangan hidupnya sesuai yang diinginkannya.
Meskipun awalnya mereka berdua menolak untuk mendahului kakaknya dalam hal
membangun rumah tangga, takdir berkata lain, belum ada yang mau meminang Aisyah
Lathifah.
Bukan karena kecantikan yang
dimilikinya atau bukan karena kecerdasannya sebagai putri kiai yang menguasai
studi keilmuan agamanya, melainkan ketidaktertarikan lelaki kepadanya lantaran
ia tidak memiliki fisik yang normal, kedua kakinya lumpuh total.
***
Awalnya, Ahmad Syahroni terkejut
tatkala sang kiai yang dihormatinya itu memintanya untuk segera menikah. Namun,
ia sadar betul, dengan siapa dirinya menikah. Dengan apa ia menghidupi rumah
tangganya? Sedang ia belum bekerja dan masih berumur dua puluh dua tahun. Tak
pernah terbetik dalam dirinya untuk menikah di usia muda, meskipun beberapa
temannya di kampung sudah menikah dan mempunyai anak.
“Mad. Bapak mau cerita sama kamu,”
ujar sang kiai kepada Ahmad Syahroni.
“Dulu ada seorang pemuda saleh dan
sangat taat kepada Tuhannya dan mencintai agamanya dengan sepenuh hatinya.
Tetapi, sang pemuda tersebut memiliki wajah buruk dan dipandang menjijikkan
bagi yang memandangnya. Ia kemudian menikah dengan seorang perempuan yang
sangat cantik, memiliki fisik yang sempurna, dan sangat anggun.
Keduanya berjalan-jalan menikmati
udara pagi. Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan seorang ulama yang
berpengaruh di desanya. Ulama memandangi kedua pasangan ini sambil
tersenyum-senyum. Perempuan tersebut lantas terlihat risih dengan sikap sang
ulama, dan bertanya, ‘Maaf, Tuan. Apa maksud tatapan seperti itu?’
Sang ulama menjawab, ‘Tidak ada
maksud apa-apa. Maaf saudari. Mengapa Anda mau menikah dengan pemuda yang
sangat beruntung ini?’ Perempuan tersebut dengan spontan menjawab, ‘Aku adalah
perempuan yang kotor dan penuh dengan dosa, Allah menjadikannya imam hidupku sebagai
penjemput pahalaku serta menjadikanku sebagai karunia atas ketaatannya
kepada-Nya’.”
Melalui kisah sang Kiai, Ahmad terus
berpikir dan merenung mengenai makna di balik ceritanya itu. Sampai pada
akhirnya tak ada keraguannya sedikit pun untuk menikahi putri sang kiai.
Cibiran yang datang selalu ditampiknya dengan biasa dan selalu berhusnuzhan.
Bagaimana mungkin keputusanya untuk menikahi putri pertama kiai besar dianggap
orang-orang sebagai upaya politik licik demi kekuasaan?
Alasan sang kiai yang tak memiliki
anak laki-laki menjadi jalan untuk menghakiminya, kalau dirinya adalah santri
penjilat yang akan dinobatkan sebagai pengganti kewibawaan kiai dan pemangku
pondok pesantrennya. Tapi, Ahmad mencoba menyikapinya dengan enteng dan penuh
dengan sifat ketidakmautahuan atas apa yang dicibirkan tentangnya.
***
Waktu menunjukkan sepertiga malam.
Dingin. Menusuk. Selimut tebal sarung membalut manusia yang malas untuk bangun,
ataupun membasuh wajah mereka dengan air wudhu serta menghabiskan malamnya
dengan percikan senandung Alquran dan shalawat kepada kekasih-Nya.
Ahmad Syahroni terbangun. Ia
mengusap wajahnya yang masih lusuh. Mengencangkan sarungnya kembali. Ia tak
melihat sosok istri yang dipujanya. Tak ada tanda aroma tubuhnya yang khas.
Dari bilik kamarnya terdengar suara dari ruang tamu yang begitu indah. Lirih
dan sangat lembut. Ahmad Syahroni memperhatikannya dari jauh, kemudian
mendekatinya dengan langkah pelan, tepat berada di belakang tubuh istrinya. Ia
mendengarkan suara istrinya yang penuh dengan ketenangan dan penuh harap. Sang
istri tak mengetahui keberadaan suaminya.
“Ya Zakriyya innaa nubasyiruka
bi-ghulaami ismuhu yahya lam naj’alahu min qabli samiyya. Qala rabbi anna
yakuunuli ghulamun wa kaana imra’atii aaqiran wa qad balaghtu min al-kibari
‘ithiyya.”
“(Hai Zakaria, sesungguhnya Kami
memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya,
yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia.
Zakaria berkata: ‘Ya Tuhanku, bagaimana akan ada anak bagiku, padahal istriku
adalah seorang yang mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai umur
yang sangat tua)’.”
Aisyah membaca ayat 7-8 surah Maryam
itu dengan tersedu-sedu, terdiam, kemudian menitikkan telaga beningnya yang tak
sempat diusapnya.
Sudah sekian malam sang istri terus
melantunkan ayat itu. Tak lama ia terdiam sambil mengusap air matanya. Ia tak
tahu ihwal apa yang membuat sang istri begitu hanyut dengan ayat yang
dibacanya. Muncullah dalam benak Ahmad untuk segera menenangkan hati sang istri
tanpa harus bertanya mengapa dan bagaimana. Ayat yang dibacanya sudah
menggerakkan hatinya. Aisyah begitu sangat mendambakan keturunan dari hasil
buah cintanya selama ini.
***
Ahmad dengan spontan dan penuh
hati-hati mendekap tubuh sang istri dari belakang. Ia mengembuskan napas hangat
dalam setiap kelembutannya. Mengusap air mata istrinya dengan serban hitamnya.
Ia mengambil Alquran yang digenggam istrinya, lalu meletakkannya di meja. Ia
merenggut tangan sang istri sembari mengusapkan di wajahnya yang bening.
Kecupan hangatnya mendarat tepat di tangan dan kening sang istri.
“Allah adalah segalanya, Dik. Tak
ada yang dapat menentang takdir-Nya.
Kesungguhan kita dalam berikhtiar selalu menjadi pertimbanganya. Bukankah Allah berjanji tidak memperlambat doa hamba-Nya dan membuat mereka putus asa. Doa yang dipilih-Nya, bukan doa yang diinginkan hamba-Nya,” ungkap Ahmad sambil menaruh pipinya di pangkuan sang istri.
Kesungguhan kita dalam berikhtiar selalu menjadi pertimbanganya. Bukankah Allah berjanji tidak memperlambat doa hamba-Nya dan membuat mereka putus asa. Doa yang dipilih-Nya, bukan doa yang diinginkan hamba-Nya,” ungkap Ahmad sambil menaruh pipinya di pangkuan sang istri.
Aisyah terharu, dan rasa takut akan
hasil pernikahannya semakin berlarian.
Kini, ia hanya menyaksikan wajah suaminya yang gagah dan sangat menaruh cinta terhadapnya. Begitu juga sebaliknya. Ia bersyukur Allah telah mengirimkan lelaki yang menerima apa dan bagaimana keadaannya.
Kini, ia hanya menyaksikan wajah suaminya yang gagah dan sangat menaruh cinta terhadapnya. Begitu juga sebaliknya. Ia bersyukur Allah telah mengirimkan lelaki yang menerima apa dan bagaimana keadaannya.
Termasuk, dirinya yang belum menjadi
kesempurnaan layaknya istri yang normal dan bisa memanjakan suaminya. Kondisi
kedua kakinya yang tidak normal menjadi luka yang menyeramkan, dan hal itu akan
berimbas pada rahimnya.Kemudian, Ahmad mengangkat tubuh sang istri dari kursi
rodanya. Ia selalu berjanji untuk tetap bersamanya sampai kapan pun itu. “Allah
masih menyimpan doa kita untuk memiliki keturunan, Dik. Malam ini Dia
mempersaksikan malaikat untuk kita berikhtiar lagi, menumpahkan segala yang
halal pada tubuh kita.” (*)
(Republika, 10 April 2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar